Part 8 – Bab Terakhir yang tersisa
Rakartha pun kembali, dengan membawakan dessert yang
sudah ia genggam di tangan. Dessert vanilla dan jangan lupa selai strawberry
sebagai toppingnya. Ia sangat antusias, membayangkan ekspresi apa yang akan
didapati jika Kinara melihatnya membawakan sesuatu yang sangat gadis itu sukai.
Ada beberapa hal yang hanya dipikirkan saja itu sudah
membuat bahagia. Namun ketika sudah diwujudkan lalu tahu akan kebenaran,
seketika kebahagiaan itu akan hilang. Karena hal yang dipikirkan jauh lebih
indah dibandingkan kenyataan. Dan salahnya manusia selalu berharap tinggi pada
khayalan tapi ketika khayalan itu tidak sesuai dengan pengharapan, pasti terasa
seperti didustakan pada kenyataan. Ini tuh yang salah ekspektasi tinggi kita
terhadap manusia atau pemikiran-pemikiran yang sebenarnya salah letaknya? Atau
bahkan keduanya memang inti jawabannya.
Ia perlahan membuka pintu itu disertai senyuman yang
terus saja mengambang di udara sedari tadi Pasti kamu senang ra. Dan
yang terjadi ketika ia mulai melihat sekeliling kamar namun tidak ia temukan
sosoknya berada. Ia kembali memastikan untuk masuk dan meletakan dessert itu di
meja begitu saja. Terus mencari namun sama sekali tidak ia temukan jawaban. Artha
mulai panik, saat ia tahu sosoknya sudah tiada disini, bahkan barang
kepemilikannya pun sudah rapi tidak tersisa. Gak mungkin batinnya terus
saja berucap, untuk menyangkal bahwa sebenarnya. Kemungkinan-kemungkinan yang
gak mungkin itu malah terjadi. Dan harus ia terima, walau memang tidak akan
pernah bisa ia terima
Artha memastikan semuanya, ya penglihatannya itu tidak
salah. Ia memang tidak ada. Ada satu barang yang sempat mencuri perhatiannya.
Hanya itu yang tersisa dan rasanya itu hanyalah sebuah kertas atau bahkan
serpihan sampah rumah sakit yang ada. Namun ketika ia telusuri kertas itu,
cantik wujudnya dan bersih kelihatannya. Dengan cepat ia mengambilnya walau
sempat ragu.
Ia mulai membuka perlahan dan ternyata isinya tulisan
yang cukup familiar ia kenal, penulisnya.
Hallo, Suka dengan hadiah terakhir yang kuberikan?
Untung saja tadi kamu sempat pergi. Jadi, kejutanku
berhasil sempurna dengan sangat rapi. Terimakasih kamu sudah mengabulkan
permintaanku untuk terakhir kalinya. Maaf ya, rasanya tidak perlu pamitan
karena itu begitu menyakitkan. Dan aku tahu kamu pasti akan menolak dan menahan
langkahku untuk tetap berada di kota yang kusukai ini. Jadi pasti, itu akan
tambah memberatkan.
Tha ini bukanlah surat cinta pada umumnya, lebih
tepatnya ini surat perpisahan yang tidak sempat kutarakan melalui ungkapan. Biarlah
melalui surat ini, aku akan bicara dan menjadi saksi pelantara yang membantuku
untuk mengatakannya padamu. Ada satu rahasia besar yang selama ini mungkin menjadi
pertanyaan utama yang selalu saja kamu pertanyakan. Walau hanya melalui surat
ini akanku katakan sekarang. Bahwa, aku membalas perasaanmu.
Maaf aku baru mengatakannya ketika kita tidak lagi
bisa bersama. Maaf aku baru berani untuk sekarang ini. Maaf kurasa surat ini
adalah bentuk hal terakhir yang harus kuutarakan, karena tidaklah akan ada lagi
pertemuan. Maaf untuk segala banyaknya ribuan kata maaf. Rakartha, kamu
tidaklah menjadi bagian dalam kesedihan yang sering kuperbincangkan. Justru
kamu yang menjadi alasan untuk aku bisa bertahan. Yang berhasil menuntunku
untuk mencari kebahagiaan. Karena bilamana urusannya denganmu, pengecualian itu
akan selalu nyata wujudnya. Dan disitu letak masalahnya.
Karena apa? Karena lagi dan lagi kamu selalu
menjadikanku sebagai duniamu, menjadikanku sebagai semestamu. Aku senang waktu
pertama kali kamu sangat mengistimewakan, aku selalu di nomer satukan. Tapi memang
segala seuatu yang berlebihan itu pasti tidak baik. Kamu tinggal di duniamu, seharusnya
semuanya harus berhubungan denganmu bukan denganku. Maaf aku yang gak bisa
menerima itu semua untuk terjadi. Kamu harus mencari dirimu dan duniamu setelah
ini. oleh karena itu, aku yang pamit dari duniamu, untuk memberikanmu ruang,
peluang agar ketika nanti waktu yang baik itu tiba, aku ingin kamu menjadi
versi terbaik dari dirimu pada semesta milikmu.
Tapi tha, jawaban itu sudah berakhir ketika aku menulis
kalimat ini di lembar kertas putih yang diberikan suster tadi.
Setiap cerita memang tidak selalu berakhir indah.
Tidak selalu berakhir dengan tawa atau bahkan berita suka cita. Maka ketika
cerita Kinara ini dibuat, kesedihan akan selalu menjadi topik perbab yang
selalu diungkapkan. Karena setiap saatnya, aku selalu memikirkan bagaimana
caranya untuk meneruskan atau bahkan merampungkan cerita tanpa mu. Dan mungkin,
jawabannya ialah dengan cara meninggalkan. Ya, pada intinya meninggalkan dan
kehilangan itu suatu jawaban.
Pada hari ini, malam ini, aku pamit pergi dari
duniamu. Setelah ini tidak ada lagi tokoh Kinara dalam bab-bab selanjutnya.
Karena, cerita ini sudah sampai pada ujungnya, tidak perlu lagi kesedihan dan
kerepotan yang perlu kamu lakukan. Bahkan jawaban-jawaban yang kamu persiapkan
agar aku terlihat senang.
Pelangi itu sudah datang tha, bersamaan dengan
hadirnya Rakartha Pramudya. Biarlah yang terjadi akan tetap terjadi kedepannya.
Aku sudah lebih siap dari sebelumnya. Tidak perlu cari tahu aku kemana dan
bagaimana kabarnya. Cukup dengan kamu baik-baik saja itu sudah menjadi
jawabannya. Jaga dirimu untuk semestamu. Aku harap kita tidak akan pernah
bertemu sampai waktu baik akan tiba. Sampai jumpa, sampai jumpa Rakartha.
Hidupmu harus tetap berjalan. Bahagia selalu, itu harus.
Salam dari perempuan yang sudah lama menganggumimu. Kinara Adhisti
Inka.
Sejak surat itu dibacakan, ditutuplah cerita ini pada
lembar kertas putih yang bertuliskan bagian ke 8 dari bab terakhir yang
tersisa. Tidak adalagi nama Kinara yang akan diperbingcangkan disini. Terimakasih
untuk sebagian orang yang tetap setia dan menunggu cerita ini berlabuh pada akhirnya.
Pada akhirnya, dalam cerita ini kita bisa belajar bahwa semua yang tinggal di
bumi, punya jalannya sendiri. Dan alur dari sang ilahi, memang tidaklah bisa
dikendali. Cerita ini sudah selesai ketika gadis berumur 21 tahun itu memilih meninggalkan
sebagai jawaban. Tidak perlu ditanya, bagaimana keadaan Rakartha sekarang ini? Karena
pasti, ketika dihadapkan dengan sebuah perpisahan jawabannya selalu
menyakitkan.
0 Komentar