Part 6

  


Part 6 – Pergi

Setelah 3 hari mereka berusaha mencari, dibantu kepolisian pun turut membantu. Tapi, sampai saat itu belum bisa mereka menemukan sosoknya. Artha yang masih begitu percaya. Bahwa ia pasti bisa menemukannya itupun bersikeras mencari bahkan menyusuri rumah setengah ligkaran itu kembali, berulang kali. Namun, tidak bisa ia temukan petunjuk disini.

Artha pergi mendatangi rumah om nya atau bisa dibilang, pembunuh orang tuanya. Kini, ia sudah mendekam di penjara setelah 2 hari yang lalu, Artha membuat laporan akan kejadian yang menewaskan kedua orangtuanya pun juga keberadaan Kinara yang sampai sekarang tidak tahu ada dimana

Ia menyusuri kamar milik om nya dan berusaha meneliti, apakah ada petunjuk disini. Ada satu benda yang mencuri perhatiannya dan berharap akan ada harapan dalam benda tersebut. Handphone, ya ia harap itu salah satu petunjuk. Dengan ia melihat handphonenya maka ia bisa melacak dan mengetahui dimana Kinara berada. Karena, seorang pembunuh ini selalu menyelipkan radar lokasi untuk para targetnya.

Dan benar saja, ia langsung menemukan pesan berisikan lokasi terakhir yang dikirimkan oleh nomor tidak dikenal, dan pastinya itu salah satu anak buahnya. Tanpa banyak bicara lelaki itu dengan sigap mengikuti alur lokasi yang sudah di arahkan.

Dibawalah ia kedasar jurang. Lokasi terakhir yang dikirimkan ialah pada saat sekarang ia berada. Artha masih sibuk mencari, akan kah ada petunjuk yang Kinara sematkan disini. Ia masih terus berjalan.

Tanpa disadari ada rangkaian daun kering, yang sepertinya itu bukanlah daun sembarangan. Seperti menjelaskan dan menitahkan pelan-pelan ke suatu jalan  

Setelah berjalan 30 menit lamanya. Ada satu tempat yang mencuri perhatiannya, daun itu usai sampai di gubuk tua yang sepertinya tidak ada kehidupan di dalamnya. Dengan langkah cepat artha berjalan menyusurinya.

“Permisi” Ia mengetuk pintu, dan terbukalah dengan sendirinya pintu bambu itu

“Kinara, itukah kamu?” Artha melihat seorang perempuan yang sedang merebahkan badannya ditemani nenek tua yang membersihkan lukanya.

“Hei, anak muda. Siapa kamu?” Ucap nenek itu yang tampak kebingungan

“Maaf nek, aku sedang mencari temanku. Menurut informasi, terakhir ia ada di ujung jurang bersebelahan dengan pohon paling besar itu”

“Apakah ini temanmu?” Nenek itu memperlihatkan sosoknya kepada Artha

“Iya nek, yaampun Kinara. Hei, aku disini raa maaf aku baru bisa menolongmu. Maaf aku telat dan membiarkanmu harus di hutan sendirian, entah apa saja yang sudah terjadi denganmu, dan hal apa yang tidak kuketahui. Maaf aku tidak bisa menjagamu” Ia memegang tangannya, tubuhnya masih begitu lemas, detak jantung berdetak lebih lambat dari biasanya. 

“Tadi pagi, waktu nenek mau nyapu. Nenek melihat sosok perempuan tergeletak lemas disana” Ia menunjuk terasnya

“Terimakasih banyak ya nek, sekarang saya harus bawa dia ke rumah sakit. Agar ia cepat mendapatkan pelayanan terbaik” Artha dengan sigap langsung membawa Kinara dan menggendong tubuhnya yang begitu lemas. kamu yang kuat ya ra

“Sama-sama cuu, semoga dia baik-baik saja”

“Aamiin, ini nek ada sedikit pemberian, nenek terima ya” Artha menyodorkan uang padanya, walau sempat ditolak beberapa kali.

#########

“Gimana ceritanya kamu bisa temukan Kinara tadi sayang?”

“Aku tidak tahu bu, aku hanya mengikuti jejak yang Kinara arahkan. Dan mengarah pada rumah gubuk itu di tengah hutan. Aku langsung bawa dia kesini”

“Yasudah sekarang kita berdoa saja yaa semoga kinara akan baik-baik saja.”

“Iyaa bu”

Selang beberapa waktu, seorang dokter mengabarkan bahwa kondisi gadis itu baik-baik saja. Sekarang ia sudah siuman. Tidak ada luka yang begitu berat namun ia harus beristirahat.

“Saya boleh masuk ya dok?” Tanyanya tampak antusias dan disertai jawaban berupa anggukan

“Silahkan, jangan terlalu lama. Karena pasien masih membutuhkan istirahat”

“Baik dok”

“Oh iya, saya mau bertemu dengan keluarga pasien apakah beliau ada?”

“Ada dok. Tapi, masih mengurus data-data administrasi”

“Oke baik, saya tinggal dulu”

Rakartha berjalan masuk menuju kamar rawat itu, perasaannya pun mulai tidak karuan.

“Hai ra, gimana kabarmu sekarang ini?”

“Baik dan akan selalu begitu”

“Syukurlah, apa yang kamu rasain sekarang ini?”

“Aku mau ngomong sama kamu”

“Ngomong apa?” Kinara membenarkan posisi agar bisa sejajar dengannya dan Artha pun membantunya

“Tha aku mau kita berhenti disini.” Artha mengernyit, ia tidak paham apa yang gadis itu ucapkan. Namun ia membiarkan Kinara untuk melanjuti ucapannya.

“Aku gak bisa biarin kamu, untuk terjebak dalam buku yang dunianya sempit tha, yang hanya terus-terusan berisikan kesedihan. Kamu layak menjelajah dunia baru atau justru berpetualang dengan hal-hal baru yang lain tidak bukan. Tidak ada pada duniaku. Aku yakin semesta akan selalu menjagaku, jadi tidak perlu risau. Karena aku akan melanjuti duniaku, tanpamu. Aku sudah mempersiapkan semua ini dengan baik. Cukup ya tha, sampai disini pertolongan dan kerepotan yang sering kamu lakukan. Mulai saat ini, aku melepaskanmu. Aku adalah bagian dari masa lalumu, duniamu harus terus berjalan dan kamu harus menatap masa depan. Tinggalkan jejak mu cukup pada hari ini, setelahnya kamu harus pergi. Itu perintah, sekali ini saja aku memintamu lagi, jadi tolong turuti. Karena selepas ini aku akan mulai berjalan sendiri. Biarkan aku tumbuh mandiri”

“Kamu kenapa ra? Kamu kenapa ngomongnya seperti ini?”

“Apa aku perlu mengulanginya lagi. Apa belum jelas ucapanku tha?”

“Apakah sebelum kamu bicara kamu sudah pikir jawabanku akan seperti apa?” Gadis itu merunduk, sambil memainkan selimut yang menutupi tubuhnya. “Sudah pasti aku tidak setuju ra.”


Posting Komentar

0 Komentar