Akan ada saatnya, akan ada jedanya tapi bukan sekarang waktunya.
"Besok sudah Senin lagi," semua kembali
melanjuti. Semua kembali sibuk dengan urusannya sendiri. Hari menjadi sangat
berat akhir-akhir ini. Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap anak tangga yang
dilalui, pasti ada langkah besar pula yang harus dijalani. Semua tidak berjalan
seperti biasa, semua nampak jadi ada-ada saja. Entah pikiran yang masih belum
mengikhlaskan, atau memang niat yang harus diatur ulang untuk dirancang.
Sempat berpikir bagaimana kalau istirahat
sebentar? Jawabannya tentu tidak apa. Toh, kita manusia yang wajar saja kalau
capek bukan? Kendaraan saja bila harus dipakai terus, akan panas dan akan berhenti,
kerena kehabisan bahan bakar. Jadi, segala hal yang bentuknya terpaksa, susah
akan selalu jadi opsi jawabannya. Gapapa kalau istirahat dulu, gapapa untuk
ogah-ogahan jalani satu hari penuh, gapapa juga kok kalau gak ngapa-ngapain.
Kan habis ini lanjut lagi.
Tapi sayangnya, itu tidak dipilih. Sebab,
istirahat bukan saatnya sekarang, masih ada tanggung jawab yang harus cepat
dirampungkan, masih ada kegiatan yang lebih baik dikerjakan, daripada harus
bermalas-malasan. Karena menjadi pemeran pengganti setelah kepergiannya ada
banyak peran yang harus dikerjakan. Jadi, untuk opsi pertama dan kedua, aku
memutuskan untuk melanjutkan yang kedua. Akan ada saatnya, akan ada jedanya
tapi bukan sekarang waktunya.
Setiap pilihan akan ada resiko setelahnya.
Pilihan kedua dilakui, tapi aku kehilangan kata menikmati. Sejak seorang lelaki
pamit pergi undur diri. Sejak itu pula peran wanita menjadi kepala keluarga
tertulis di kartu keluarga. Iya ibu, menjadi sangat tangguh, tragisnya ia tidak
mau mengakui lelahnya saat ini. Dan itu justru menyulitkan, sebab apa-apa ia
merasa sendirian. Dan jelas, aku tidak mau itu.
Aku, sebagai anak pertama dan satu-satunya
di keluarga, itu mengapa istirahat bukan jadi jawabannya, itu mengapa kata
menikmati tidak lagi berarti. Karena untuk sekarang, aku masih berusaha
menyusun puzzle walau tidak sehebat dan serapih ketika masih dengannya. Tapi,
aku akan pastikan semua nya dapat terangkai dan hidup damai seperti gambaran
puzzle yang sedang kurangkai. Karena aku ingin cepat merampungkan untuk
menemukan akhir dari kebahagiaan yang kami dambakan.
Dunia akan terus berjalan, tanpa perduli
dengan pribumi yang sedang meratapi. Disini biarlah tetap disini, dunia yang
dijejaki dengan sepasang ribuan kaki, berusaha menyusuri peta buta dengan
berkelana mencari arti hidup yang ia maknai, walau masih tertatih-tatih ia
melakui nya sendiri dan itu layak untuk diapresiasi.
Setelah kepergiannya, ia disana bagaimana?
Apa yang sedang dilakukan? Ada dimana ia sekarang? Ia tetap hidup kan atau jangan-jangan
ia hanya berpindah kehidupan, karena nanti katanya kita akan kembali
dipertemukan.
Berarti, tidak ada kehidupan yang berhenti,
kita hanya melanjuti namun terbatas dunia yang tak lagi membentengi. Bukan?
Kita sama-sama berusaha menjadi makhluk terbaik untuk menunggu dipertemukan
dengan-Nya nanti, kita akan sama-sama untuk tidak menjadi asing bersama.
Aku beri tahu, bahwa perpisahan adalah
perjalanan panjang yang tidak pernah selesai, seperti bentuk katanya. Sebuah
perpisahan tidak pernah ada kata pisah, tidak pernah benar-benar melupakan
sesuai dengan yang orang bicarakan. Bahwa nanti katanya, pasti akan lupa kok,
ini semua gak selamanya, sabar aja yang ikhlas ya. Engga segampang itu untuk
menjalani dan mewujudkan. Aku pikir itu adalah kalimat penenang. Tapi ternyata,
sampai sekarang juga masih belum tenang
0 Komentar