Cerita ini akan membawa mu menuju satu dunia yang hanya menjadi kepemilikan mereka berdua. Kinara dan Rakartha. Selamat menikmati karya yang diadaptasi dari kisah nyata pun juga fiksi.
Pemeran dalam sebuah kehidupan itu sedang
mempersiapkan panggung pertunjukan
Part 1 – Kehilangan
Seorang
gadis berdiri rapuh, menatap sepatu putih yang ia kenakan beserta noda coklat
yang turut menghiasi. Tatapannya sayu, kantung mata menghitam disertai isakan
yang terus menerus mengundang haru. Ia tengah berdiri dikelilingi dengan
pusaran orang yang berlalu lalang hingga menabraki tubuhnya begitu saja. Ia membiarkannya.
Isakannya
semakin keras, tangisnya pun semakin deras diiringi dengan aliran hujan yang
menghujamnya begitu hebat. Semua berlindung pada tenda, namun tidak untuknya. Ia
membiarkan tubuhnya basah begitu saja, terguyur bersama hujan pun dengan air mata. Tidak ada orang yang mengetahuinya bahwa sedari tadi, ia
terus menerus menjatuhkan air matanya.
Selang
berapa lama kemudian, hujan pun
reda, dan seseorang mencoba berbicara mendekatinya.
“Jenazahnya, sebentar lagi akan di shalatkan” Ucap seorang lelaki yang
merupakan keluarga dari gadis itu, sambil memegang erat
bendera kuning di tangannya.
“Kinara
sayang, kamu siap-siap ya” Ucap seorang wanita di sampingnya yang mengelus
bahunya kuat-kuat, ia adalah ibunya. Gadis itu pun mengangguk untuk
mempersiapkan semuanya. Sambil mengusap keras air mata dan menahan isakannya.
Menangis
memang tidak akan mengembalikan semua. Tapi, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan
bagaimana. Sanak saudara,
teman-teman, kerabat dekatnya mengkutinya dari belakang menuju masjid terdekat
untuk menshalati ayahnya. Suara ambulance terdengar begitu keras dan lantang. Ia masih tak percaya akan semua hal yang terjadi hari ini.
Hal yang paling ditakuti itupun akhirnya terjadi. Cinta pertamanya telah tiada
untuk sekarang dan seterusnya.
Sungguh tidak bisa dijelaskan, saat kita sedang
dihadapkan dengan sebuah perpisahan. Mempersiapakan hari-hari penuh kerinduan.
Menghadapi hal-hal yang akan terjadi di masa depan. Walau tanpa kehadirannya,
itu semua benar-benar diluar dugaan. Apalagi, dengan cara yang seperti ini.
Tepat di hari ini, setelah ayahnya merayakan ulang tahunnya pun juga
kelulusannya. Ia tiba-tiba menghembuskan napas untuk terakhir kalinya. Dunia
baru menjemputnya, dunia yang tidak pernah ia ketahui akan seperti apa jadinya,
tanpanya. Dan disnilah semua permasalahan itu dimulai. Segala bentuk hal
tentang kesedihan, kehilangan ditinggalkan, itu akan terus menjadi roda
perputaran yang akan mengawali.
Pemakaman itu berjalan lancar, hujan telah berhenti.
Namun, kembali menghujamnya setelah prosesi pemakaman usai. Kinara masih
merunduk, di sampingnya ia mengusap halus batu nisan. Seakan pertemuan hari ini
adalah hari terakhir bersamanya. Seakan dunia begitu mengerti untuk menorehkan
kenangan berharga, di hari terakhirnya. Tepat di hari itu, ia harus merasakan
kesedihan pun kado terindah yang diluar dugaan. Kerabatnya terus memberikan
dukungan. Ia berdiri untuk menemuinya, dan memeluknya.
Kinara benar-benar beruntung, telah dipertemukan oleh
manusia-manusia baik yang memiliki solidaritas tinggi antar sesama. Semua teman
Kinara datang, tanpa terkecuali sekalipun. Kinara, sangat merasakan kebersamaan
dan kehangatan. Disaat seperti ini, ia sangat membutuhkan dukungan. Ia memeluk
mereka begitu erat.
Seorang lelaki tampak berlari kencang, menabrak
siapapun yang menghalanginya.
“Kinara” Ucapnya dengan tatapan penuh kesedihan.
Kinara yang tahu akan sosoknya, melepaskan pelukan
itu, dengan cepat ia menemuinya tanpa aba-aba. Lelaki itu menarik tubuhnya
dekap, memeluknya dengan sangat hangat. Kinara pun menyambutnya, ia ingin
sekali bercerita. Namun sepertinya, lelaki itu sudah tau semuanya. Kinara pun diam,
menangis sejadinya di pelukan lelaki itu. Hanya sesak yang terdengar. Semua
orang pun pergi meninggalkannya, meninggalkan mereka berdua di tengah pemakaman.
Seperti mengerti, bahwa, laki-laki ini bukanlah orang sembarangan untuk Kinara
“Apakah belum cukup ujian yang terus tuhan berikan?
Apakah panggung sandiwara masih terus menjadikanku sebagai pemeran menyedihkan?
Apakah semua kamus bahasa yang tertuliskan, akan selalu berakhir dengan
pencarian. Bahwa, bahwa tuhan menciptakanku untuk ditakdirkan merasakan
kesedihan dan kehilangan kebahagiaan? Semua yang kuutarakan, adalah kenyataan.
benar kan tha?”
Ucapnya lirih dengan suara serak. Lelaki itu
menggeleng dengan cepat, mengusap air mata perempuan dihadapannya. Ia menatap
matanya dalam, mengisyaratkan bahwa ia sangat tidak suka dengan apa yang Kinara
ucapkan.
“Tuhan baik ra, kamu tidak boleh berpikiran seperti
itu ya. Kamu percaya dengan takdir? jodoh, nasib, maut itu sudah ada yang
ngatur. Kita sebagai pemeran harus bisa menjalankan peran yang sudah ia atur
dengan sebaik-baiknya. Tuhan tidak tidur, ia telah merencanakan sesuatu terbaik
bagi pribuminya. Jadi, jangan bicara seperti itu lagi ra.”
Kinara diam, ia tidak menjawabnya. Ia masih memandangi
batu nisan itu. Lelaki itu mengikuti pandangan Kinara. Ia mengenggam tangannya,
“Temani aku” mereka pun berjalan bungkuk memanjatkan doa.
Di perjalanan, Kinara masih berdiam diri. Tapi, ia
mengingat lagi
“Tha, semua pertemuan pasti akan selalu dihadapkan
dengan perpisahan. Bagaimana kalau kita belum siap ketika dihadapkan dengan hal
yang paling menakutkan?”
“Ra, aku tidak tahu. Jika aku dikondisimu, aku tidak tahu
akan sehancur apa aku. Tapi, yang aku tahu, aku ada untuk menjagamu. Untuk
menemanimu ketika aku masih disini. Ketika aku masih ada dibumi”
“Tidak tha, sampai kapanpun itu tidak akan pernah
terjadi. Pasti, ayahmu mengijinkan kamu disini karena melihat kondisi ku yang
sedang berduka atau justru, kamu malah diam-diam pergi kesini. Satu atau dua
hari lagi, kita akan main petak umpet. Dan aku kembali sendiri”
“Akan kupikirkan bagaimana caranya”
“Tidak usah tha, urusi saja sekolahmu. Pikirkan saja
itu. Aku sudah cukup bahagia dengan kehadiranmu saat ini, dan waktu yang bisa
kita habisi berdua sekarang ini. Walau dengan begini caranya. Tuhan adil kan
tha, memberikanku kebahagiaan namun juga membalasanya dengan kesedihan. Dan
akan terus begitu”
Rakartha diam. Ia tidak tahu lagi, harus membalas
seperti apa. Harus bertingkah bagaimana untuk bisa membuatnya bahagia. Untuk
mengembalikan senyumannya yang padam direnggut air mata. Tapi, satu kalimat
yang terlontar dari mulutnya dan tak pernah ia lupa. Bahwa tidak perlu banyak
cara, untuk membuatnya bahagia. Asalkan Rakartha bisa menemani Kinara dalam
kondisi terburuknya.
Aku tidak pernah minta untuk dilahirkan
dengan penuh isakan, aku tidak pernah minta untuk turunnya hujan, aku tidak
pernah meminta untuk datangnya kesedihan. Selama ini, aku hanya meminta agar
tuhan membalas setiap surat-surat yang sering kutuliskan. Aku tidak tahu, kalau
rasanya menjadi manusia akan seperti ini jadinya, jika dengan kehadiranku
menyusahkan banyak orang. Untuk apa aku diciptakan?
Tuhan, selama ini aku menunggu pelangi yang
katanya Rakartha selalu datang setiap kali hujan datang. Namun, kau selalu
menghadirkan hujan, tanpa membalas pelangi itu akan datang. Sampai kapan tuhan?
Sampai kapan kesedihan harus selalu jadi topik yang sering kuutarakan. Sampai
kapan air mata ini akan terus berlinang. Sampai kapan aku harus memeran kan
peran tentang kesedihan?
“Kita sudah sampai, kamu istirahat. Aku tunggu disini”
“Aku tidak percaya, jika aku bangun nanti kamu masih
disini”
“Ra aku janji, aku akan disini”
“Apakah dengan kamu janji, kamu benar-benar menepati?
Rasanya itu mustahil. Lebih baik kamu pulang, istirahat. Perjalanan mu tadi,
pasti melelahkan”
“Sudah 21 tahun, aku bersamamu. Semakin lama pula aku
tau sifatmu ra, sekarang kamu istirahat. Terserah mau percaya atau tidak.”
“Sudah 21 tahun, aku bersamamu. Semakin lama pula,
orang tuamu tidak setuju jika kau terus bersamaku”
Atha kesal, dengan perdebatan yang mereka lakukan. Ia
pun diam, jika ia tanggapi Kinara tidak akan istirahat. Tidak pernah berubah
sifatnya dari dulu.
#########
2 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHai... Aku udh baca sebagian, isinya nyentuh bgt aaa🥺🥺🥺
BalasHapus