Kamu akan sendiri, ikhlas menjadi kata mati.
“Kain kafan nya, tolong geser sedikit lagi mas” Ucap seorang lelaki
berumur 40 tahun dengan sedikit rambut putih dan hitam yang lebih mendominasi.
“Aletha, tolong ikhlaskan ya kepergian ayah kamu. Saat ini, hanya satu
permohonan yang ia minta. Satu keinginan yang ingin dipenuhi. Jadi, tolong ikhlaskan,
maka kamu sebagai anak perempuan satu-satunya, tolong kabulkan, untuk
memperlancar jalannya menuju kesana” Ucap seorang lelaki lebih tua, yang masih
mengaitkan kain-kain di tubuhnya.
“Ayah, jika ikhlas adalah jalan untuk ayah kembali pulang. Aletha, akan
selalu percaya bahwa ayah akan bersama aletha disini. Aletha yakin, sambil terus
bersiap dan menjaga ayah dari sini dengan tabungan doa untuk bisa bersama ayah
nantinya di ruang abadi. Ayah tenang saja, karena Aletha selalu dalam penjagaan
ayah. Selamat istirahat dan sampai nanti, karena suatu waktu yang baik kita akan
kembali untuk melanjuti” ucap seorang perempuan satu satunya dengan lirih
berbisik, tersenyum, dan ia mendekat di telinganya
“Allhamdulillah, terimakasih yaa aletha. Insyaallah, ayah kamu akan
dapat tempat terbaik di sisinya” sesisi rumah melontarkan kata “aamiin”
------------------------------
“Kenapa ya rey, semua tuh keliatan dipaksa. Padahal kita manusia, punya
waktu juga jeda. Sesimpel kita menerima nilai c di matkul pengantar pendidikan itu
juga butuh keikhlasan, karena perjuangan kita untuk kesana itu gak gampang. Nah
sekarang, bicara soal kematian, kepergiaan, kehilangan, sendirian. Kenapa kita
harus ikhlas? Semua gak adil sih buat aletha, atau bahkan kita semua. Pasalnya kita
adalah penulis yang sesuka hati buat nulis cerita, taunya pemilik hati disana
punya jalan yang berbeda” ucap perempuan yang berdiri di batas pintu, hanya
samar-samar penglihatan menuju tengah arah jasadnya. Berbisik dengan salah satu
pria di sebelahnya.
“Karena kii, apapun yang terjadi didepannya, itu sudah tidak bisa
kembali, apalagi terulang lagi. Jadi, di detik ini selagi masih ada jasadnya. Almarhum
hanya ingin meninggalkan tanpa merasakan kehilangan” Lelaki itu tidak
menyangkal sama sekali omongan wanita disebelahnya
“Bagiku itu sama saja. Aku tidak tahu maksud mu. Karena yang ku tahu,
perpisahaan akan selalu berkahir menyedihkan. Hari ini, sudah dua kali rumah
duka yang kita kunjungi rey. Istirahat yaa”
Aku setuju kiara. Itu masalahnya, karena sampai sekarang aku juga masih
mencari tahu
Meninggalkan tanpa merasakan kehilangan,
Perumpamaannya seperti waktu, ditinggal bunda tugas diluar kota dengan
tidak tinggal dalam satu rumah. Namun ikatan itu akan ada dan bentuknya
selamanya. Jadi jarak seharusnya bisa terjawab. Maka bilamana meninggalkan, jarak
bukan jadi persoalannya. Melainkan, hari-hari yang nyata tanpa adanya bunda itu
adalah masalahnya. Serta dipaksa untuk ikhlas sebelum waktunya adalah sesak
penyelesainnya. Itu faktanya.
“Kirim do’a dulu ya” Ucap rey diserta anggukan
Kini keduanya berjalan untuk bergegas pulang, melewati banyak orang
asing yang tidak dikenal sebelumnya.
“Kenapa sih almarhum selalu dijauhkan dari tetangganya?”
“Ituloh, sebenarnya karena orang yang bersangkutan punya hutang, terus
gak dibayar-bayar, giliran diminta, eh dia yang lebih galak. Padahal uangnya
buat biaya kuliah aletha. Terus gak cuma satu tetangga, kanan kirinya juga sama.”
“Iya ih, dia saking baiknya loh itu”
Bisikan itu terdengar ketika mereka mulai melangkahkan kakinya keluar
dari rumah duka.
“Rey, dari omongan ibu itu yang kudenger”
“Ih kamu nguping” putusnya
“Ini penting rey jadi gapapa, dari omongan itu. Aku jadi belajar dan
tahu bahwa kebaikan dengan besuara atau tidak. Kebaikan akan selalu nyata
wujudnya, gak perlu mencari kebenaran atau validasi untuk disukai. Karena mau
gimanapun susahnya, pasti akan manis juga nantinya. Orang baik kan akan selalu
berbalik ya rey, itu katamu.”
“Iya kii, sekarang kamu gak perlu takut untuk melakukan sesuatu yang
kamu rasa benar. Ikuti hati karena keberanian kamu perlu disuarakan. Jadi selagi
benar, hadapi satu persatu ya. Tutup telinga, dengarkan yang perlu didengar
tinggalkan jika memang tidak sesuai kenyataan. Karena menutup mulut mereka itu
susah, jadi tutup telinga kamu”
------------------------------
Di perjalanan, Keynaan masih kepikiran tentang suara lirih penuh kebohongan yang diucapkan gadis tadi. Mungkin akan sama bentuknya, seperti 7 tahun lalu yang terjadi padanya. Keynaan yang setiap menit, pikirannya dipenuhi dengan hidup abadi itu ada di keabadiaan. Mimpinya adalah menuju tempah indah disana.
Sedangkan Kiara nampaknya masih terus berpikir, tentang kekasihnya yang
selalu datang ke sebuah rumah, iya, rumah duka lebih tepatnya. Kalau ditanya,
kali ini siapa, pasti selalu dijawab, bukan siapa-siapa. Kan aku sudah tidak
punya keluarga.
“Reynaan, aku gabosen untuk nanya. Kenapa sih kamu selalu hadir di upacara perpisahan? Tidak pernah ada penyangkalan, bahwa perpisahan akan selalu
jadi hal yang menyeramkan. Jadi, kenapa dilanjutkan?”
“Aku akan mati juga menyusul bunda, jadi sebelum itu aku ingin panjang
pengharapan dan doa untuk bisa tenang disana. Jadi, semoga doa yang kupanjatkan
untuk mereka, bisa menjadi permohonan yang panjang sekali pengharapan baik
untuk mereka yang telah tiada, untuk melanjutkan perjalanannya”
“Rey, aku ingin hidup lama bersama”
“Kiara, berulang kali aku bilang. Bahwa aku adalah orang yang sudah
pasti mau mati. Aku tidak ada semangat untuk melanjuti hidup lagi. Aku bukan
pemeran dari cerita panjang yang berhasil kamu tamatkan atau lagi kamu usahakan
untuk dirampungkan. Aku mau cerita pendek aja. Kalau kita hidup lebih lama,
lalu aku pergi. Kamu akan sendiri, ikhlas menjadi kata mati. Itu sudah berlaku,
sejak bunda pergi. Aku gak percaya tentang kelanjutan hidup. Maka putuskanlah
hubungan ini, tinggalkan aku disini. Pulanglah, dan jadi asing sekarang”
Aku membiarkan langkahnya yang terburu-buru, biarlah begitu, sebab pulangku
rumahnya ada di kamu
1 Komentar
Kerenn ceritanya menyentuh bangett.. Yukk Bisa Yuk Cetak Novel🙂😊🤲
BalasHapus