Part 4



Part 4 – Jarak

Kinara menutup matanya rapat-rapat, air matanya sudah padam ketika Artha bersikeras menenangkannya. Badannya yang masih saja gemetar karena menahan isakannya terlalu kuat.

“Sudah ya, nangisnya” seperti biasanya, ucapnya halus menenangkannya. Ia mengusap halus kepalanya, memiringkan kepalanya agar bisa melihat wajah wanita yang kini ada dihadapannya

“Tha, aku ingin meminta sesuatu padamu” Dengan suara yang serak Kinara menatap matanya serius, disertai senyuman, yang hanya dimengerti artinya oleh ia sendiri.

“Apa ra?” Tanya Artha, sambil melihat kedua mata milik Kinara.

“Aku ingin memintamu untuk menyudahi cerita ini, sebelum semuanya benar-benar terjadi. Dan kita sama-sama akan tersakiti. Lebih baik kamu pergi, dan mencari cinta lain di duniamu sendiri. Aku akan baik-baik saja, aku akan selalu menjadi Kinara yang kau sebut cinta pertama. Percayalah tha, melepaskan tidak sesusah yang sering kuutarakan, tidak sesuah yang sering kuungkapkan, kau lebih kuat dari yang kukenal. Janji, ya kamu akan menuruti permintaanku untuk kali ini?”

Egois jika aku berusaha memilikinya, jika aku berusaha untuk memegang tangan dan isi kepalanya. Keadaan yang tak pernah bisa sejalan, kenyataan yang lebih sulit dari yang dibayangkan.

“Aku tidak mau menuruti perintahmu. Berapa kali aku harus bilang sama kamu kalau aku.. aah sudahlah ra” Artha beranjak pergi. Ia menahan amarah dan tangisnya kuat-kuat dalam relung hati yang tak bisa ia ungkapkan.

“Dengerin dulu tha” Kinara berusaha meraih tangannya dan berdiri untuk mensejajarkan tubuhnya dengannya “Aku melakukan ini demi kebahagiaanmu, sampai kapanpun kita hanya buang-buang waktu kalau kita tahu kita gak akan bisa bersatu. Jadi untuk apalagi, untuk apalagi kamu menungguku?”

Artha melepaskan tangan Kinara kasar, lalu pergi meninggalkan Kinara seorang diri. Selama 21 tahun bersama, tidak pernah ia melihat sosoknya marah sedemikian ini padanya. Tangis Kinara pecah saat ini juga, ia tidak lagi bisa menahan isakannya. Hanya seorang diri ia disini, ia melepaskan semua tangisannya yang menjadi bebenanya selama ini. Aku sudah lebih dulu hancur tha

Artha telah tiba dirumah, ia pun memasuki rumahnya dengan hati yang penuh kehancuran. Artha lupa kalau ia tadi tidak ijin pada ayahnya. Karena, pasti tidak akan diijinkan. Mungkin karena hatinya sedang kacau, jadi pikirannya pun terombang-ambing oleh keadaan. Sosoknya sudah menunggunya, berdiri tegak di pintu kamarnya

“Dasar, anak nakal! Sudah dilarang masih saja melanggar” Dasar anak nakal, kamu tidak tahu siapa saya sebenarnya. 

“Maaf yah, aku masuk dulu” Ketika Artha ingin masuk ke kamarnya, Tangan ayahnya sudah lebih dulu mencekalnya

“Di meja, sudah saya siapkan tiket untuk keberangkatanmu, sebagai hukuman atas kebohonganmu. Pesawatnya akan berangkat jam 5 sore. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menuruti saya kali ini”

“Aku tidak mau secepat ini yah. Aku tau, ayah sengaja beli ini” Artha memasuki kamarnya, dan melihat tiket itu yang sudah ada di meja belajarnya

Artha tampak berpikir, dengan tiket yang ada ditangannya ini yang kamu minta ra tanpa berpikir panjang, ia langsung mengambil gambar dan mengirimkan padanya

“Tidak pernah permintaanmu tidak kutepati” dengan pesan dan gambar tiket itu. Ia melempar hp nya, dan membuang napas kasar

#########

Keesokan harinya, sinar mentari menyilaukan matanya. Ia masih saja termenung dalam sudut kamar, dan tiket yang ada digenggaman

“Tha aku menunggumu di rumah setengah lingkaran. Sekarang, kamu kesini ya. Sudahan marahnya, aku ingin bersama sebelum nantinya kita akan berpisah” dering notifikasi terdengar, bunyi itu datang dari ponsel miliknya. Rakartha pun dengan cepat membacanya. Tanpa banyak waktu lagi, ia langsung pergi.

Ia telah sampai. Ditempat ini, mungkin untuk terakhir kalinya. Tidak bisa ia melihat sosoknya sebelum ia membuka pintunya. Karena, kaca itu tidak lagi transparan, tidak pernah ia melihat rumah itu, jika dilapisi dengan gorden berwarna coklat muda. Ia menekan password itu, dan seketika pintu pun terbuka

“Hi, selamat datang Rakartha” sambutnya, Kinara tersenyum lebar ketika mengetahui sosoknya telah tiba. Rakartha pun masuk kedalam, ia melihat sekeliling, tampak pangling karena ada bagian yang dirombak oleh gadis itu

“Aku rombak ruangannya, kamu gak marah kan?”

“Enggak, ini kan rumahmu” Ia menggeleng dengan cepat “Kenapa gak bilang? Kalau bilang daritadi aku kan bisa bantuin”

“Ish ini tuh kejutan Rakartha, kamu nih sekolah jauh-jauh masa gak ngerti maksud aku” Kinara menyipitkan matanya

“Kan pikiran kamu, cuma kamu aja yang ngerti. Aku sudah belajar dari lama, juga tetep gagal” Mereka berdua tersenyum lebar

“Oh iya, tadi aku buat dessert rasa vanilla” Kinara mengambilnya dan memperlihatkan padanya

“Untukku?” tanyanya, namun Kinara menggeleng

“Untuk kamu dan aku. Kan kamu tahu, kalau aku suka banget vanilla dan kamu selalu mengikuti kesukaanku” ia mengkerucutkan bibirnya. Sedaritadi, Artha tidak berhenti tersenyum ketika melihat sosoknya, tidak pernah ia palingkan sedikitpun karena, karena Kinara selalu berhasil mencuri perhatian. Tidak pernah bisa ia marah dengannya. Karena, setiap tindakan yang Kinara lakukan selalu berhasil menyembuhkan dan mengembalikan sosoknya.

“Pintar ya kamu”

“Tapi tha aku buat dua, yang satu kita makan bersama, yang satu lagi untuk perbekalanmu nanti” Artha mengangguk dan tersenyum padanya

“Kinara, nanti kamu anter aku yaa” Ia memasang melas wajahnya dan memperlihatkan mata indahnya, dihadapannya

“Itu pertanyaan atau paksaan sih?” Kinara menopangkan dagunya. Dan meilihat sosoknya dari jarak terdekat, sebentar lagi tha, kamu akan hilang dari penglihatanku

“Paksaan ya” Rakartha menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, lalu ia memajukan wajahnya, hingga wajah mereka, berdekatan. “Aku mau makan buatanmu dong”

setelah ini kamu akan pulang tha, dan dalam beberapa waktu lagi. Aku tidak bisa melihatmu, dalam jarak sedekat ini

“Oh iya” Kinara mengambil dessert itu, sambil menunggu Kinara membuka wadah, Artha melihat-lihat sekitar. Semua tampak tersusun indah. Ia menypitkan matanya, ketika ia sadar bahwa ada kamera yang hidup tengah menyoroti mereka. Artha pun bangun, berusaha mengambil kamera tersebut. Kinara menjadi salah tingkah ketika Artha menemui kamera itu yang sudah ada ditangannya

“Kamu merekam ra?” Artha melihat kamera itu dalam keadaan hidup. “Untuk apa?”

“Untuk hmm untuk..” Kinara gugup, ia menatap ke bawah. Seperti orang yang sedang bersalah dan akhirnya ketahuan pula. Ia berusaha menguati dirinya sendiri jangan nangis Kinara, kamu kuat ia menarik napasnya lalu menghembuskannya “kita makan aja yaa, ini udah aku buka. Kameranya letakkan saja di meja itu”

Artha menghampirinya dan dengan mengejutkan, ia memeluknya sangat erat, mengusap lembut punggung Kinara. Tidak bisa lagi, air mata Kinara pecah saat ini juga. Mereka saling terdiam, membiarkan hati mereka berbicara walau tanpa sepatah kata yang terucapkan. Membiarkan bahasa kalbu yang berperan. Membiarkan isakan tangisan yang menjadi jawaban. Jam pun terasa lama berlalu, detik waktu yang perlahan mundur diam-diam seakan malu penuh ragu, membiarkan mereka menikmati peran yang sedang dimainkan. 

“Kamu ingin, aku tidak pergi ra?”

“Aku ingin melihatmu sukses. Kejarlah cita-citamu tha” suaranya lembut, ucapnya pelan, namun Artha mendengar baik suaranya. Karena jarak mereka yang kini sangat dekat

“Kinara, aku minta maaf atas kejadian kemarin. Maaf aku meninggalkanmu, aku janji tidak akan pernah melepaskanmu” Ia menarik napasnya yang masih dalam peluknya, ia mendengar baik isakannya, yang berusaha gadis itu tahan “Walau kamu meminta dan memaksaku untuk menjauhimu, walau keadaan yang tak pernah bisa sejalan. Walau nantinya takdir berkata lain. Aku akan tetap bersamamu. Jadi, gak boleh ada rasa kesepian, gak boleh kamu nangis sendirian. Karena ponselku siap 24 jam mendengar kabar yang harus kamu utarakan”

“Sudah dimaafkan. Kamu harus baik-baik disana, jaga diri ya” Kinara melepaskan pelukannya. Artha mengusap pelan air mata yang membasahi pipinya

“Kinara, selagi kamu baik dan bahagia aku pun akan begitu. Jadi, jangan menangis kalau kamu tidak mau membuatku merasakan kesedihan dan penyesalan. Kita nikmati saja waktu yang sedang berjalan, kita nikmati saja alur dari skenario tuhan. Karena tidak ada yang salah ketika tuhan sudah memiliki rencana untuk kedepan”

“Berapa lama kamu disana?”

“Sudah, kamu tidak perlu tahu jawabannya. Aku akan menjagamu dari kejauhan. Jadi, ketika ketemu orang baru nanti, jangan takut karena itu perintahku. Kalau pun ada yang berusaha menghancurkanmu, orang itu pasti sudah lebih dulu hancur”

“Tha, jangan bilang waktu buku ku hilang di perpustakaan dan tiba-tiba sudah ada di mejaku. Karena saat itu, harus dinilai sebagai bahan observasi. Itu salah satu tindakanmu?” Kinara membulatkan matanya, dan Artha pun mengangguk disertai senyuman

“Iiiih, orang itu kamu apain?” Tanyanya sambil memukul lengannya

“Bukan aku yang ngelakuin, aku cuma nyuruh aja kok. Dia ingin kamu tidak lulus di pelajaran itu, maka aku harus diam saja ketika mendengar hal itu?” Kinara menggeleng “Nah”

“Tha, kita gak bisa lamain waktu ya?”

“Kalau aku bisa, pasti akan kulakukan. Sampai tidak perlu lagi ku jalankan waktu jika sedang bersamamu. Tapi, kan gak bisa ra. Aku tidak punya kemampuan untuk itu. Kita kan cuma manusia”

 

Aku tahu, kita gak akan bisa bersatu. Tapi, kenapa kamu selalu berhasil menepis segala kemustahilan yang selalu saja kupikirkan. Aku melepaskanmu, berharap agar kamu bahagia dengan duniamu. Berharap, kamulah yang menjadi pusat terpenting dari duniamu sendiri. Aku pun berharap, tidak perlu lagi ada kebimbangan. Karena, aku yakin selama ini kamu selalu teretekan.

Aku janji tidak pernah lagi, menyalahkan semesta dan takdir yang sedang berjalan. Seperti katamu, aku akan menikmati segala prosesnya tanpa harus menyalahkan keadilan dan meratapi kesedihan. aku akan menikmati kehidupan, sampai alurnya tidak akan pernah bisa kulupakan. Seperti katamu juga, kita tidak ada yang tahu bagaimana masa depan. Maka, akan aku lepaskan beban yang membuat sesak relung ingatan, akan aku ikhlaskan semua yang berjalan, walau nantinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Yang terepenting, sebagai manusia kita perlu berusaha dan merapalkan kepada tuhan.

Semua ini, berkatmu. Rakartha. Aku menemukan diriku, yang telah berhasil menemukan puzzle kehidupan.


Posting Komentar

0 Komentar