“By the way, plan c lu kok ada catatan, jika itu semua tidak
terjadi, gapapa, asalkan lu ada disini. Seyakin apa emang lu Rid?”
“Lu maunya gua seyakin apa, Karina?” Farid menggoda Karina,
menatapnya, dan memperhatikan wajah Karina secara dekat, lalu melanjuti
“Katanya, gak akan mungkin baper kan, sama gua”
“Ih engga ya, lagian lu yang nulis duluan, kenapa jadi
ngomongin baper gini, sih” Karina langsung menjauhkan badannya, dari pandangan
Farid saat ini.
“Gua gak pernah gak yakin sih, kalau orangnya itu lu
Rin”
“Lu gak bosen apa Rid, ketemunya gua lagi, gua lagi?”
“Bosen sih, Rin. Tapi nyenengin. Gimana dong?”
“Kok ada sih orang kayak lu gini!” Pekik Karina
“Gini gimana maksudnya? Nyenengin nya?”
“Nyebelinnya, kepedeannya, tengilnya”
“Rin”
“Hmm”
“Hati-hati, takutnya lu beneran kecintaan sama gua” Ucap
Farid, berusaha memancing perempuan itu
“Farid—”
----
Paksaan dari Farid Bulan lalu, berhasil membuat Karina membuka
dokumen baru pada hari itu. Karina adalah seorang Penulis dengan fokus di
bidang pendidikan. Belum lama, brand Soul of Gold milik Alicia Eva
meminta untuk berkolaborasi, karena akan ada peluncuran produk baru. Dan salah
satu proyeknya, diminta untuk membuatkan cerita yang melatar-belakangi
pendidikan dan juga perhiasan, sekaligus menjadi wajah baru dari produknya.
“Saya sudah baca ringkasan yang dikirim kemarin oleh Kak Karina, kami tertarik dengan pembuatan nama brand Grarly dan alasan dibaliknya, kami juga sudah reach out dari sosial media kak Karina sendiri. Dan kami merasa cocok dengan tone dan gaya penulisannya.” Pengutaraan alasan-alasan itu, diterima oleh Karina. Dan penguatan-penguatan kalimat yang dituliskan, untuk perkenalan, diterima oleh brand, suatu.. pencapaian.
“Untuk itu,
mulai hari ini, kami memilih Kak Karina sebagai Penulis sekaligus visual dari
produk baru kami”
----
Flashback on 1 bulan yang lalu
“Udah, lu aja sih!”
“Pengen sih Rid, tapi kan itu besar banget kesempatannya..
Takutnya..,”
“Takutnya, lu ketemuan sama banyak orang, trus..” Farid
melihat laptop Karina yang ada diatas meja, lalu melanjutkan “Jadi cocok.”
“Iya emang kenapa, kalau cocok”
“Ya gabaik buat gua Rin”
“Kan cocok itu, bukan berarti sebagai temen deket atau
pasangan Rid. Bisa aja cuma temen aja”
“Oooh, jadi, lu udah anggap gua yang mana, temen deket atau
pasangan nih?”
“Eh, eh balik yang tadi” Jawab Karina berusaha menghindari
perbincangan ini.
“Hahaha” Farid tertawa puas “Itutuh gaperlu ditakutin,
contohnya nih, kayak gua. Coba aja terus, kalo ditolak, ya coba aja lagi. Karena
mau sekecil apapun, itu namanya kesempatan, ya kan Rin? Setidaknya, gua nyoba
daripada gak sama sekali, yaah kalo gua takut terus, gua gak akan ada, di
samping lu gini kan”
“Ah lu mah, serius dikit dong Rid, gua beneran bingung nih.
Mau mulai darimana”
“Lu punya ketakutan, Rin?” tanyanya tanpa tiba-tiba, pertanyaan yang sudah jauh ia pikirkan. Mungkin, ini momennya.
“Punya lah Rid!”
“Apa?
“Ketakutan buat percaya lagi sama manusia kali ya Rid”
“Pantes, trus truss?”
“Kayaknya itu gua keep ajadeh”
“Yah, kenapa sih Rin”
Karina melanjuti “Ganti Rid” ucapnya, kini melanjuti “Gua takut banget bersuara,
gua gak percaya diri waktu lagi ngebela diri gua sendiri. Makanya gua suka
nulis, ya karena cuma disana, gua berhak dan bebas bersuara. Gua satu-satunya
yang hidup, sebagai diri sendiri”
“Nah yang ini, deep banget Rin, berarti cerita-cerita yang lu tulisin selama ini,
nyata dong”
“Yaa, ada yang ngarang juga lah”
“Kalau ketahuan lu nulisin orang itu gimana?”
“Ya tinggal ganti aja namanya” ucapnya santai
“Ooh, gua bisa kali Rin, masuk di cerita yang lu tulis”
“Bisa.”
“Serius? Judulnya apaa?” Tanya Farid antusias. Ia langsung membenarkan posisi duduknya dan berusaha mendengarkan dengan baik.
“Mmm, Mulai lagi, kali ya?”
“Kalau judulnya mulai, berarti bisa selesai gak Rin?”
“Rahasia lah Rid.”
“Ih selesein dong Rin” Pintanya. Namun tidak ada jawaban, Karina masih
memperhatikan layar laptopnya “Pelit lu, gak seru”
“Justru itu, jadi gak seru nanti” Karina langsung melanjuti “Oh iya, tentang ketakutan ya Rid” ucapnya lalu, tangannya bergerak mengetik sesuatu, ia kembali melanjuti
“Gua mau nanya deh Rid” ucap Karina begitu saja
“Apa? Apaa?” Jawab Farid bersemangat.
“Lu sendiri, punya ketakutan gak Rid?”
“Ada! Gua takut ninggalin orang Rin”
“Hah? Gimana? Itu bisa gabaik dong Rid, buat lu?” Farid
tertawa, melihat ekspresi Karina saat ini.
“Gua gak mau ninggalin karena gua takut penyesalan, kalau amit-amitnya
itu hilang tanpa gua ada disana, kacau sih Rin, gua gamau bayangin” Karina
berpikir, untuk akhirnya bertanya lagi
“Berarti selama ini, lu tim diputusin dong?”
“Gua tim, selama-lamannya, aja bisa kan?” Putus Farid
“Gak bisa Rid, gak ada jaminan lu bakal terus-terusan
sama-sama”
“Iya sih, kalo jaminan lu bakal suka sama gua, ada ga Rin”
Flashback off
----
“Ada beberapa perasaan yang tidak bisa diungkapkan melalui
kata, melainkan dengan tindakan dan bukti yang nyata. Melalui banyak ragamnya
suara yang bising di kepala, pesona kilauannya juga bisa saling sapa dan
menjadi nyata untuk siap membagikan energy baik didalamnya. Menjadi alat
yang buat kita lebih nyata untuk berani menyuarakannya agar tampil percaya diri
dan jadi diri sendiri. Untuk kamu, aku persembahkan Grarly. Together with
Jewerly.” Alya melihat video yang diunggah oleh pak Rinaldi di grup karyawan.
Video yang memperlihatkan akhir dari presentasi Karina hari ini dengan brand.
“Wiih keren banget Rin, bahasa penulis tuh emang beda ya,
kata-kata lu nih, marketing banget, feelnya dapet” Aliya, temen rekan
kerja yang seumuran dengannya, dari universitas yang sama, tinggalnya di daerah
yang sama, namun berbeda dengan, hubungan romansanya, kini Aliya sudah
bertunangan dengan teman kantornya. Iya, tidak apa. Semuanya punya waktunya
sendiri.
“Udah deh Al, lu tau kan, gua gak suka spotlight”
“I know. Tapi, gimana ya Rin, gak mungkin lah, lu gak kena
spotlight”
“Gua ngelakuin ini tuh karena..”
“Farid” Ucap Alya. Seketika Karina langsung menepuk jidat temannya itu.
Namun, jelas Karina memikirkan lelaki yang
dekat bahkan selalu dekat dengannya akhir-akhir ini, tanpa kisah romansa yang
jelas akan penamaan di hubungannya. Seorang teman, bisa lebih atau mungkin lebih,
tapi cukup sampai disana saja, teman.
“Sial. Lu bilang gitu, gua jadi mikirin”
“Pas banget, tadi ada paket tuh” Unjuk Alya pada, paper bag
yang ada di atas meja.
“Boost?” Karina membuka, terlihat sebuah
noted tertutup rapih
“Awas aja
kalo mikirin gua terus!”
“Ciee diperhatiin sampe sebegitunya” Sahut
Alya, yang menggoda temannya itu.
Tidak lama handphone Karina bergetar,
dering notifikasi panggilan video masuk terdengar.
“Rid, ini baru jam 10, tapi udah begini
aja” ucap Karina melihat varian boost apa yang Farid pesan.
“Gini
nyenengin-nya ya?”
“Gini kepedean-nya!” Karina mendengar gelagat tawa Farid dari handphone nya
“Bener kan Rin!”
“Bener apanya?”
“Bener-bener
lu keren. Kan gua bilang juga apa, itu kekuatan lu, hal-hal yang lu sukain pasti akan mudah
buat lu kuasain dengan baik.”
“Thanks ya, Rid” Ucap Karina lembut lalu tersenyum.
“Stop Rin, stop. Gabaik nih buat pertemanan kita”
“Ah lebay lu”
“Aduh Rin, kenapa, gua jadi nyesel gini ya?” titahnya.
“Pasti nyesel karena ke Shenzhen, trus gak
liat secara langsung gua presentasi, kayak tadi kan?”
“Aduh, gawat
nih!”
“Kenapa?”
“Lu udah
bisa baca pikiran gua”
Hari Senin, setelah Farid mengantar Karina ke kantor pada hari itu, ia juga harus mengambil berkas-berkas yang harus dibawa. Shenzhen, China. Menjadi tempat tujuan yang akan ia tempuh selama beberapa hari. Ia diminta menjadi perwakilan Huawei ICT Competition 2024-2025 Global Final.
Ketika Karina presentasi, hanya video dari layar yang bisa ia saksikan. Kabar Farid ke China, baru diberitahukan semalam, sepulang ia mengantar Karina, pulang dari konser. Bak proyek roro jonggrang, ia harus mempersiapkan semua keperluannya serba mendadak. Semalaman.
Pada akhirnya, kata-kata mungkin bisa jauh
dari jangkauan, sedihnya, malah suka jauh dari perkiraan. Iya, apa daya,
manusia yang kepengennya terus sama-sama, terus ada disana, tapi yang terjadi, malah sebaliknya.
----
2 hari Farid gak ada, Karina menjalani aktivitas pulang kerja
yang berbeda dari biasanya. Di perjalanan pulang pukul 17.00 Karina
berjalan, langkahnya membawanya kini, kesuatu tempat. Bukan untuk ke Stasiun
terlebih dahulu, melainkan ke Pasar Kwitang. Karina, sudah mengincar lama buku
Let Them Teory karya Mel Robbins. Ia mulai memasuki daerah itu, dari depan ia
sudah ketemu buku yang dia cari, tapi karena dia juga harus bertemu pak Bayu,
penjual buku langganannya, jadi, dia akan kesana.
“Karina” Badan Karina bergetar kembali,
mendengar suara itu, terdengar lagi. Suara yang datangnya dari arah belakang, walau
pun ramai dikelilingi banyak orang, tapi, ia yakin bahwa, itu dia, lagi.
“Karina Adhisti Inka” Ucapnya kembali, dan
dia benar-benar yakin. Bahwa ia tidak lagi, salah dengar. Lelaki itu
mempercepat jalannya, sementara Karina, yang sudah mematung di tempat.
“Arya?”
0 Komentar