Lari adalah hal yang paling tidak ia sukai, 2 tahun lalu. Karina lebih memilih tidur seharian atau menonton kartun doraemon untuk menghabiskan waktu di akhir pekan. Tapi 6 bulan ini ia mencoba hal baru, bukan karena iseng atau karena ingin. Melainkan ini bentuk keharusan. Yang kalau dipikir olahraga ini adalah bentuk investasi panjang yang ia berikan untuk dirinya di masa depan.
Karina memustukan untuk membuka aplikasi strava,
menyalakan lokasi, lalu membuka spotify dan memasang earphone ke
telinganya, iya, kegiatan awal yang selalu ia pastikan akan dilakukan, untuk
akhirnya ia memulai rutinitas mingguannya. Bentuk kesenangan yang harus dia
cari dari bentuk ketidaksukaan.
Ternyata hal yang paling tidak ia sukai, tidak ingini, akhirnya harus dijumpai. Mencari cara agar itu bisa dijalani, atau paling tidak menghapus kata berat ketika melakukannya adalah dengan mencari kesenangan yang lain. Dengan memutar lagu kesukaan, menikmati makanan kesukaan, memakai parfum kesukaan, mix and match pakaian. Adalah bentuk ketertarikan dari semangat baru untuk akhirnya ia bisa melakukan dan menjalani hari-hari berat yang dibayangkan. Gak gampang untuk melantas rasa tidak suka, karena pasti akan ada rasa kenyamanan yang dipertaruhkan, untuk waktu yang sebentar atau bisa lama sekalipun.
Lagu yang ia dengar sekarang:
“Sejak kapan Karina suka lari?” Lelaki itu
mendekat ke arah Karina, mengejar langkahnya, memastikan tubuhnya agar sejajar
dengan perempuan yang tidak lagi asing baginya.
“Loh, lu disini juga?” Ia melepas earphone
telinga sebelah kanan, mematikan lagu yang sedang berjalan, dan sedikit
memperlambat langkahnya. ‘Sejak kapan dia ada disini? hah, gua menghayati
lagu banget ya, sampe dia ada disini gua gak tau’ Batin Karina riuh menyapa
dengan segala pertanyaan di kepala, setiap sosoknya ada di hadapannya.
“Biasanya gua sore kesini Rin, karena ada flight
hari ini jam 3, jadi paginya olahraga dulu”
“Kerjaan? Hari Minggu gini?” Ia menyadari,
kalau pertanyaannya barusan itu berlebihan, karena dia orangnya, tapi kalau
dipikir lagi, memang sudah seharusnya Karina begini “Eh, kepo banget gua ya”
Ucap Karina, lelaki itu tertawa.
“Santai aja Rin, ada sedikit kerjaan yang
harus diurusin”
“Ooh” Karina mengangguk paham, sebenarnya
masih ada beberapa pertanyaan yang masih mengganjal hingga sekarang, tapi ‘Cukup
ya Rin, lu gak perlu nanya-nanya lagi. Itu harusnya udah selesai’ batin Karina
“Oh iya, lu mulai kapan lari disini?” Tanya
lelaki itu
“Baru sebulanan ini”
“Selalu pagi?”
“Iya”
“Besok-besok gua olahraga nya pagi aja deh”
Sahut lelaki itu sambil tersenyum
“Loh kenapa?” Jawab Karina
“Biar bisa ngobrol kayak gini, sama lu”
Karina terdiam dan menghentikan langkanya, membuat langkah mereka, sama-sama
berhenti. Rasanya aneh, karena perkataan itu mengingatkan ia kembali pada sosok
lelaki yang sama.
“Buat apa Arya? Mau mulai lagi, kayak dulu?”
ucapnya datar
“Maksudnya?”
“Omongan lu barusan”
“Kita minggir dulu ya” Ia meraih tangan
Karina, membawanya ke pinggiran track “Lu udah punya pacar ya Rin?”
“Belum. Gini ya Arya, kalau lu mau mulai
lagi, trus nanti akhirnya ngilang, trus datang lagi kayak gini, gua pikir gua harus ngomong sekarang. Kita
cukup ada di cerita yang kemarin, gua gamau ada di cerita yang sama.
Kita cukup sebatas kenal tanpa harus ada tindakan atau komunikasi yang intens,
berdua.”
“Gua minta maaf karena ternyata tindakan
gua, gak cukup dewasa untuk nyelesein masalah kemarin. Gua lari dari masalah, itu
gak ngebuat masalahnya selesai tapi malah makin panjang dan sakitnya, lu harus
rasain juga. Itu bikin gua berhutang buat bisa perbaikin semuanya Rin, untuk
kasih penyelesain dan jawaban terbaik sama lu, karena lu layak untuk perlakuan
baik itu. Dan gua pikir setelah liat lu minggu kemarin, disini, gua punya
kesempatan, mungkin sekarang.” Ia menghembuskan nafas beratnya, untuk kemudian
melanjuti “Tapi, okey.. gua hargain keputusan lu Rin. Maaf untuk banyak
pertanyaan yang gak sempet gua jawab, makasih buat pertemuan dan obrolan yang
nyata dalam bentuk pelukan yang hangat”
“Gua udah maafin lu Arya, hati-hati untuk
penerbangan lu nanti. Yang kemarin buat gua udah selesai, lu bisa jalanin hari
setelah ini, tanpa ada hutang lagi”
“Sure Rin, Gua bisa dikasih kesempatan, sekali lagi ga rin?” Bujuknya
“Karina” Suara itu terdengar kencang dari arah belakang “Maaf gua lama cari minumnya. Ini udah jamnya loh, kita duduk dulu yuk!” Ia menyodorkan sebotol air mineral yang sudah dibuka, lalu ia membawa Karina pergi dan mereka berdua duduk di bangku yang tidak jauh berada disana. Farid tidak memperdulikan sama sekali, dengan siapa Karina bicara sekarang. Ia hanya fokus, karena ini sudah masuk jam nya, dan tidak boleh sampai telat semenit pun. Karena itu pesannya.
“Obatnya dimana?” Tanya lelaki itu
Karina merogeh saku celananya “Ada di motor Rid, ketinggalan” Karina berdiri,
“Eh” Farid meraih tangannya. “Diem disini, biar gua yang ngambil” Karina terdiam, tidak menjawab selain melihat belakang tubuh lelaki yang sudah jauh di penglihatannya sekarang, sebab ia lari menuju sumber yang dimaksud.
Sementara Arya. Lelaki yang 5 menit tadi,
masih berbicara dan berhadapan dengan Karina kini sudah tidak ada ditempat, Karina
melihat-lihat sekitar, namun tidak ia temukan sosoknya.
“Paketnya sudah sampai” Tidak lama, Farid
datang “ini” Farid membuka satu persatu bungkusan obat dari 5 tablet untuk
langsung dikonsumsi.
“Thanks Rid” Ucap karina
“Rin gimana? Enak kan kalau ada yang
nemenin? Gak sendirian. Ada yang bisa ngambilin air, ngingetin jadwal obat,
nemenin olahraga” Ucap lelaki itu yang kini menggodanya, Karina yang kehilangan
kata-kata dan berusaha menyembunyikan rasa senangnya. Kini meneguk perlahan
obat satu demi satu. Farid hanya bisa tersenyum melihat perempuan di
sebelahnya.
“Apaansi lu Rid!” Seru Karina kepada Farid,
sekaligus mengehentikan obrolan yang sudah tidak sehat bagi Karina.
“Gitu doang responnya”
“Emang harusnya gimana? Lu pengennya gua
salting ya?” Farid tertawa melihat ekspresi Karina saat ini.
“By the way Rin, hari ini lu mau
ngapain aja?”
“Kepo lu”
“Biasa aja kali jawabnya" Sambungnya "Nonton yuk!”
“Nggak ah, ada yang mau gua kerjain”
“Jam 3 nanti, di deket sini ada konser
Noah. Kalau lu mau, gua pesenin tiketnya. Tadi sih gua check masih lumayan
banyak space nya, gimana?”
“Lu bercanda ya Rid?” Perempuan itu
meninggikan nada bicaranya, jelas ia excited. Tapi Karina tau, kalau Farid udah
bilang kayak gini, tandanya
“Ngapain gua bercanda Rin, kalau urusannya
tentang lu” Tandanya Farid serius.
Karina menyukai kehangatan yang ia dapatkan
dari seorang laki-laki. Perasaan tenang dan hangat itu juga hadir dari sosoknya. Bukan kesenangan
atau kekaguman. Ini bentuk yang lebih jauh dari itu semua. Karina paham
perasaannya sekarang seperti apa. Diibaratkan seperti lampu tidur yang redup,
dia tidak membutuhkan alasan untuk akhirnya menjadi tempat berbaring, tanpa
harus berpura-pura menyelundup, walaupun ia sebenarnya takut kegelapan. Karina sangat meyukainya.
0 Komentar