Mengulang

“Tolong jangan menepi, dunia mu harus terus berjalan. Maka berjalanlah pelan-pelan”

 



Akhir-akhir ini, hujan turun begitu sering, langit menampakkan warna abu yang bahkan menghitam, anginnya pun cukup menakutkan, tanaman dirumahku juga jadi sering berantakan, bahkan tidak kuat untuk menopang. Setiap mau pulang, aku selalu memastikan berulang, kondisi langit dan cuaca dirumah. Aku hanya ingin jaga-jaga saja.

Di tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, aku yang penuh ambisi, aku yang memilih untuk cepat-cepat bahkan segera merampungkan. Kini, diminta untuk mereda dalam waktu yang entah tidak tahu sampai kapan. Karena ada sesorang yang bilang

“Jangan berusaha memaksakan, menepi dan beri jeda”

Pada akhirnya, itu sama seperti kisah kita kan, bahkan setelah 10 tahun kamu menepi, rasanya kamu terlalu menyukai dunia mu saat ini, hingga menurutku kamu terlalu lama untuk ambil jeda, oh atau mungkin kamu masih membutuhkan 2 atau 5 atau 10 tahun lagi, tuan?

Iya, masih tentang perasaan-perasaan yang sama, yang tadinya terasa hilang kini kembali datang, yang tadinya kukira akan punah ternyata melaju secepat anak panah. Apa karena lagu itu terdengar kembali di kereta sepulang kerja, atau makanan itu terlihat tidak begitu asing lagi kemarin, atau karena kamu kini benar-benar sudah datang?

Kamu datang, tapi kamu tidak menemuiku, apa karena tidak ingin atau karena aku memang bukan alasan kepulangan? Iya itu semua aku anggap benar. Aku yang harus benar-benar menepi, karena kalau aku terlalu berambisi, atau bahkan memaksakan lagi, aku tahu itu akan menghancurkanku. Maka, itu bukan pilihanku.

 -------

Aku menulis cerita ini di coffe shop yang ada di rumah sakit. Setelah bertemu dokter, rasanya bagian ini selalu kumaknai sebagai self reward. Kursinya empuk, meja nya muat untuk laptop dan sebagian sisanya untuk menaruh makanan. Untungnya coffe shop ini menyediakan menu lain. Aku tidak minum kopi, melainkan makan donat coklat dan air putih yang selalu disarankan oleh kebanyakan orang.

Iya aku lebih banyak memperhatikan, mendengarkan, karena disini kita akan tiba-tiba kedinginan, padahal suhu sudah diatur normal, kita akan kehilangan kosa kata meskipun sudah memikirkan sebelumnya. Tidak ada yang bisa kita lakukan disini selain berserah, menyimpan harapan yang lebih besar dari hari biasanya.

“Kamu harus cobain ini” Seseorang tiba-tiba datang dan menyodorkanku segelas minuman hangat, yang jelas aku tau, pasti itu coklat.

“Kamu disini?” Aku melihat jam, kemudian melanjutkan “Jadwal kamu sebentar lagi loh”

“Udah berapa lama kamu nahan untuk gak minum ini? Sekarang kamu bisa lakukan!”  

“Sebuah perayaan?” Tanyaku, dia mengganguk dan tersenyum lalu duduk di depanku. Entah kenapa sosoknya selalu datang, disampingku, tanpa aku minta.

“Aku tahu 3 bulan ini terasa begitu lamban, kamu jalan pelan-pelan, bahkan kamu tidak menaruh ekpektasi terhadap apapun, tapi dunia mu terus berjalan, ann. Kamu terus melaju, walau kamu sering bertanya dimana tujuan itu. Aku tahu ini belum sepenuhnya, masih akan ada proses yang harus kamu lalui, akan ada hal yang harus kamu jalani, tapi kamu harus tahu. Bahwa kamu tidak pernah sendirian, orang tersayang akan selalu mengarapkan kesembuhan dan keajaiban itu untuk datang. Sudah sampai disini, tolong jangan menepi, dunia mu harus terus berjalan. Maka berjalanlah pelan-pelan, kalau sudah dirumah kabari aku ya” Aku mengangguk, dan dia beranjak dari tempat itu.

Aku meneguk coklat yang mulai dingin, sambil terus menghirup aroma ini berulang kali. Entah mengapa, muncul rasa lega dalam hatiku, setelah mendengar ucapannya barusan. Aku meyakini bahwa ucapannya memang benar adanya. 

Apa ini semua terlalu janggal untuk kusebut sebagai kebetulan, apa ini juga bagian dari rencana tuhan? Ketika 3 bulan yang lalu, aku bertemunya di mesin antrian pendaftaraan, lalu dia bertanya “Kok kamu disini, siapa yang sakit?”

 

Posting Komentar

0 Komentar